Melirik Hasil Eksperimentasi Visual di Pameran “Bagus sih, tapi…”

Melirik Hasil Eksperimentasi Visual di Pameran “Bagus sih, tapi…”

Milisifilem Collective kembali menggelar pameran drawing pasca selesainya pameran “Apa Kau Lihat Iskandar?” pada bulan November lalu. “Bagus sih, tapi…” diangkat sebagai judul dalam pameran yang akan diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 2018 hingga 30 Januari 2019 mendatang di Forum Lenteng – Tanjung Barat. Pameran ini merupakan kala perdana bagi angkatan termuda Milisifilem Collective, yakni Angkatan Anggrek, untuk mempresentasikan karya-karya hitam-putih mereka ke publik. Selain drawing, turut dihadirkan karya-karya kolase, yang semuanya merupakan hasil proses belajar sejak kelas dimulai pada awal Oktober 2018.

Kalimat “Bagus sih, tapi…” kerap muncul ketika berlangsungnya presentasi karya tugas di kelas. Ungkapan ini seperti menampakkan semacam  keraguan tertentu dari partisipan lain ketika mereka diharuskan saling berkomentar tentang tugas yang sedang dipresentasikan oleh salah satu temannya. “Bagus sih…”–dengan nada yang tidak yakin–muncul setelah sekilas para partisipan melihat tugas di depannya. Kata “tapi…” menyusul kemudian sebagai hasil olah pikir lanjutan pasca si partisipan mengamati tugas itu lebih dalam. Yang kedua mengesankan hadirnya pertanyaan semisal “Apa bagusnya, ya?”, “Kayaknya jelek.”, atau semacamnya di benak yang berkomentar. Ada keseganan mengungkapkan pandangan yang sebenarnya, kemungkinan alasannya: karena takut menyinggung si pembuat, atau mereka sendiri tidak tahu bagaimana menyusun kata-katanya. Tidak hanya dirasakan oleh partisipan, kecanggungan semacam ini juga tak jarang kita temukan di publik, khususnya ketika dihadapkan dengan karya seni. Hal ini seperti menegaskan adanya jarak antara publik dengan karya seni–jarak yang menghambat terpenuhinya kebutuhan kritisisme dalam seni. Seni menjadi sulit dikritik publik, juga sebaliknya.

Pameran “Bagus sih, tapi…” digelar, salah satunya, untuk merespon situasi tersebut. Ia menyediakan ruang yang secara terang-terangan merentang pertanyaan yang barangkali tabu untuk diajukan seseorang ketika ia merasa berjarak dengan karya karena keterbatasan pengetahuannya. Seakan-akan hanya orang tertentu yang “diperbolehkan” berpendapat. Bersama-sama, kita diajak untuk membongkar lebih jauh karya yang dipamerkan sedari proses hingga karya akhirnya. Sepuluh partisipan terlibat, di antara lainnya: Ahmad Humaidi, Alifah Melisa, Erviana Madalina, I Gede Mika, Maria Deandra, Niskala H. Utami, Pychita Julinanda, Syahrullah, Taufiqurrahman, danTheo Nugraha. Mereka menarik garis lurus horizontal, vertikal, dan diagonal; mengarsir irama, membuat bidang dari satu dan dua perspektif, membuat bentuk geometris dan biomorfis, lalu membuat karya yang menggabungkan semuanya ke dalam sebuah komposisi. Secara keseluruhan, telah terkurasi 58 karya drawing menggunakan medium pensil dan kolase di atas kertas berukuran 297 mm x 420 mm. Acara ini terbuka untuk publik dan tidak dipungut biaya.

***

Pembukaan Pameran: Sabtu, 22 Desember 2018, Pukul 17.00 WIB
Pameran Harian: 22 Desember 2018 – 30 Januari 2019, Pukul 13.00 – 21.00 WIB

Year
2018

Jakarta, Indonesia

X