Kota ketiga yang disambangi oleh Tim Kultursinema dari Forum Lenteng adalah Surabaya. Pameran Keliling ketiga ini bertempat di C2O Library and Collabtive pada 24-28 April 2019. Seperti sebelum-sebelumnya, tidak ada upacara pembukaan dalam Pameran Keliling Kultursinema, yang ada adalah program diskusi dan pemutaran filem. Program diskusi pertama ini bertemakan “Kritik dan Sejarah Penulisan Filem” dan dimoderatori oleh Afrian Purnama. M. Bahruddin, seorang pengajar dan kritikus filem, dan Mahardika Yudha, seorang seniman dan kurator, hadir sebagai pembicara di panel ini. Para pembicara di panel ini mendiskusikan pilihan untuk membingkai sebuah sejarah dalam penulisan filem adalah tergantung sudut pandang dalam pendefinisian, minat, dan yang paling penting juga, ketersediaan arsip. M. Bahruddin sendiri berbagi mengenai pembacaannya terhadap perubahan kecenderungan dalam filem-filem layar lebar Indonesia, dengan contoh kasus filem-filem bertema Islam pra dan pascareformasi. Kemudian, Mahardika Yudha berbagi mengenai bingkai riset Kultursinema dan temuan-temuan sejarah kultur sinema Indonesia dalam pameran Kultursinema. Hari kedua pameran, yaitu tanggal 25 April 2019, Tim Kultursinema mengadakan pemutaran filem berjudul Tie Pat Kai Kawin (Siloeman Babi Perang Siloeman Monjet) yang disutradarai oleh The Teng Chun pada tahun 1935, dan Matjan Berbisik (The Whispering Tiger). Filem ini disutradarai oleh Tan Tjoei Hock pada tahun 1940. Tak jarang para penonton tertawa terbahak-bahak saat menonton kedua filem tersebut walaupun file filem yang diputar hanyalah excerpt, bukan keseluruhan filem. Diskusi kedua diadakan pada 26 April 2019. Diskusi yang dimoderatori oleh Luthfan Nur Rochman ini berjudul “Ruang-Ruang Menonton dan Arsip Filem” dan dihadiri oleh tiga pembicara, yaitu Yogi Ishabib dari Sinema Intensif, Wimar Herdanto dari Festcil Film Festival, dan Fauzan Abdillah dari INFIS Surabaya. Para pembicara berbagi mengenai titik tolak pembuatan ruang menonton, bingkaian kuratorial dan program, serta berbagi pembacaan mengenai penonton Surabaya. Mereka juga menceritakan bagaimana mereka mengelola ruang-ruang menonton untuk membicarakan moda dan juga strategi di dalam mempresentasikan kuratorial atau pemograman pemutaran dan penayangan filem. Kemudian di hari keempat, tiga filem propaganda diputar, yaitu Calling Australia karya Hinatsu Eitaro tahun 1943, Nippon Present karya Jaap Speyer tahun 1945, dan Indonesia Calling karya Joris Ivens tahun 1946. Calling Australia dibuat atas perintah Nippon Eigasha, lembaga khusus untuk memproduksi dan mendistribusikan filem-filem propaganda. Dalam filem ini, dikisahkan tentara Eropa yang berada di dalam tahanan yang hidup bahagia karena kondisi penjara yang sangat mewah dan nyaman. Akan tetapi, Jepang sudah dikalahkan oleh Sekutu sebelum filem itu didistribusikan. Filem iini kemudian didekonstruksi oleh filem Nippon Present (a.k.a. Nippon Calls. 1945) yang dibuat oleh Jaap Speyer dari Belanda. Nippon Present menggunakan filem Calling Australia secara utuh sebagai materi utama filemnya. Filem tersebut membahas adegan-adegan di dalam filem Calling Australia yang dianggap sebagai sebuah kebohongan. Di tahun yang sama, seorang pembuat filem dari Belanda yang dikirim ke Indonesia untuk membuat filem propaganda berbalik mendukung kemerdekaan Indonesia. Ia membuat filem Indonesia Calling yang diproduksinya di pelabuhan Sidney di Australia. Joris Ivens kemudian terusir dari negeri tempatnya lahir akibat filem tersebut. Di hari terakhir Pameran Keliling Kultursinema di Surabaya diadakan diskusi terakhir dengan tema “Representasi dan Reproduksi Arsip” yang dimoderatori oleh Prashasti Wilujeng Putri. Pembicara yang hadir adalah Ayos Purwoaji (Kurator), Nadia Maya Ardiani (Kurator), dan Afrian Purnama (Kurator dan penulis, Kultursinema). Di panel ini Ayos Purwoaji berbicara mengenai proyeknya Juragan Style: Membaca Arsitektur Jengki, yang mengeksplorasi arsip arsitektur. Kemudian pembicara kedua, Nadia Maya Ardiani, berbagi mengenai Surabaya Contemporary Heritage Council dan proyek pameran Adu Dara, dengan menelusuri arsip warga hari ini. Sedangkan, Afrian Purnama berbagi mengenai bingkaian dan metode artistik dalam pameran Kultursinema. Tahun Surabaya, Indonesia
2019
Pameran Keliling Kultursinema Ketiga – Surabaya, 2019